Tomohon, CAKRAWALA – Sidang pembacaan putusan pelanggaran etik kasus asusila terhadap CAT anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda pada Rabu 3 Juli 2024 lalu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan secara tetap Ketua KPU Hasyim Asy’ari dari jabatannya.
Pemecatan tersebut bermula ketika ia dilaporkan ke DKPP oleh LKBH-PPS FH UI dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Kuasa Hukum korban menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Menurut kuasa hukum korban, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari sebagai teradu mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya kepada korban.
Anggota Majelis DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, Hasyim turut memberikan sejumlah fasilitas lain kepada CAT yang bersumber dari dana pribadinya di antaranya tiket pesawat Jakarta-Singapura senilai Rp 8.697.500,00; penginapan di Apartemen Oakwood Suites Kuningan dengan total Rp 48.716.900,00; tiket pesawat Jakarta-Belanda sebanyak tiga kali seharga Rp 100 juta dan layar monitor Asus ZenScreen senilai Rp 5.419.000,00 pada 28 November 2023.
Seluruh fasilitas itu membuktikan hubungan khusus antara Hasyim dan CAT mengingat fasilitas serupa tidak diberikan teradu kepada penyelenggara pemilu yang lain.
Dari berbagai informasi yang dirangkum menyebutkan, Presiden Joko Widodo telah menindaklanjuti putusan DKPP terkait pemberhentian tetap Hasyim Asy’ari selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menandatangani akan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73P tertanggal 9 Juli 2024 tentang pemberhentian dengan tidak hormat Hasyim Asy’ari.
Menariknya, pemberhentian dengan tidak hormat terhadap para penyelenggara Pemilu kemungkinan besar tak akan berhenti pada kasus Hasyim Asy’ari. Pasalnya, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito pada awal April 2024 lalu mengungkap, pihaknya menerima 322 aduan terkait penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) sepanjang tahun 2023.
Ia kemudian menjelaskan beberapa bentuk dugaan pelanggaran yang diterima DKPP, mulai dari terkait pelanggaran tahapan Pemilu maupun non-Pemilu.
“Jenis aduannya macam-macam, tidak semuanya menyangkut tahapan Pemilu, ada juga dugaan-dugaan pelanggaran etik yang non-tahapan Pemilu. Penyalahgunaan minuman keras di kantor, perselingkuhan antar-penyelenggara Pemilu, utang piutang dan perbuatan asusila lainnya,” tuturnya.
Heddy menyebut tidak semata-mata laporan yang diadukan kepada DKPP berkaitan dengan tahapan Pemilu. “Perkara terbesar di luar tahapan Pemilu adalah perkara asusila, tapi masih terbesar 90 persen masih perkara yang berkaitan dengan tahapan Pemilu,” tandasnya.
Bagaimana dengan penyelenggara Pemilu di Sulawesi Utara, aman?