Mitigasi Bencana di Kawasan Pariwisata Kota Tomohon

Oleh: Hengkie Y. Supit SIP, Kepala BPBD Kota Tomohon

KEINDAHAN alam Kota Tomohon menjadi salah satu aset yang sangat berharga di sektor pariwisata, baik secara lokal maupun nasional. Namun, sektor ini menjadi sangat rentan ketika bencana alam dan nonalam terjadi. Secara historycal Kota Tomohon pernah mengalami bencana alam antara lain pada Tahun 2011 yaitu bencana meletusnya Gunung Lokon namun tidak menimbulkan korban jiwa, kemudian pada Tahun 2014 terjadi longsor di Jalan Tomohon-Manado yang menimbulkan korban jiwa, hingga terakhir secara nasional terjadi bencana non-alam yaitu Pandemi Covid-19 Tahun 2020, 2021 hingga saat ini, semua kejadian bencana tersebut tercatat telah memberi dampak pada ekosistem pariwisata khususnya di Kota Tomohon.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2021 menyebutkan Kota Tomohon termasuk daerah dengan risiko bencana sedang jika dilihat dari semua jenis bencana, namun secara khusus dari jenis bencana gunung berapi Kota Tomohon termasuk daerah dengan risiko bencana tinggi karena Kota Tomohon terdapat dua gunung berapi yang masih kategori aktif dari data PVMBG Sulut.

Industri pariwisata khususnya di Kota Tomohon yang mengandalkan pariwisata destinasi alam dan florikultura disamping pariwisata budaya dan lain-lain sangat rentan terhadap dampak bencana, apabila tidak dikelola dengan baik dampaknya akan mempengaruhi ekosistem pariwisata dan pencapaian target kinerja parwisata yang ditetapkan dalam RPJMD Kota Tomohon Tahun 2021-2025 yaitu antara lain untuk menjadikan Kota Tomohon sebagai Kota Wisata Dunia.

Pengelolaan risiko bencana (mitigasi) di Kawasan-kawasan pariwisata Kota Tomohon membutuhkan perencanaan yang matang dan bersinergi, baik dari tingkat nasional, provinsi maupun antar daerah. Dari laporan BNPB telah melakukan kajian risiko bencana di tiga kawasan super prioritas pada 2020 lalu, yaitu di Danau Toba, Likupang dan Candi Borobudur dari perencanaan nasional terkait mitigasi bencana ini perlu dilakukan juga di Kota Tomohon khususnya dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk Tomohon Kota Wisata Dunia.

Industri pariwisata memerlukan pengelolaan khusus terkait dengan bencana yang dipicu oleh faktor alam dan non alam, salah satunya adalah dengan menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dalam suatu regulasi daerah yaitu peraturan daerah (perda). Hal ini akan memberikan penguatan baik dari sisi regulasi maupun dari sisi pengelolaan bencana di destinasi-destinasi wisata Kota Tomohon.

Di sisi lain, pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana, seharusnya sudah menjadi bagian dari standar pelayanan minimum pariwisata termasuk dalam regulasi-regulasi perizinan bangunan gedung di Kota Tomohon.  Misalnya, informasi tentang ancaman bencana, dimana jalur-jalur evakuasi, tempat evakuasi mandiri, penghijauan hutan dan kawasan pariwisata  menjadi hal yang sangat penting dalam upaya mitigasi risiko bencana karena mitigasi bencana bukan untuk menghilangkan bencana tapi bagaimama meminimalisir risikonya terhadap keselamatan jiwa, aset maupun kehidupan sosial lainnya.

Oleh karena itu, BPBD Kota Tomohon mendorong semua stakeholder pariwisata untuk mulai memitigasi secara mandiri baik mitigasi struktur maupun sosial, ke depan (tahun depan) kita akan mulai dengan regulasi melalui Perda Penanggulangan Bencana dan kemudian perencanaan melalui Rencana Penanggulangan Bencana yang terintegrasi dan sinergi dengan sektor-sektor pariwisata.

RPB merupakan perencanaan yang memuat seluruh kebijakan, strategi dan pilihan tindakan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan, tata kelola penanggulangan bencana dan atau aksi pengurangan risiko bencana pada tiap tahapan dalam siklus penanggulangan bencana yang akan difokuskan pada pengelolaan risiko bencana destinasi-destinasi pariwisata. Destinasi wisata yang aman bencana perlu memperhatikan berbagai aspek dan melibatkan sinergitas semua pihak. Misalnya pada struktur bangunan, tata bangunan di lokasi wisata yang aman dan sebagainya. Selanjutnya mendorong pelaku industri wisata yang didukung pemerintah daerah dalam penyelenggaraan sosialisasi dan edukasi kebencanaan hingga simulasi bencana untuk warga dan pengunjung (wisatawan). Akan ada sertifikasi dari pemerintah yang menjadi prasyarat bagi pelaku-pelaku usaha khususnya bidang pariwisata yang memiliki standar mitigasi bencana. Mereka memiliki kemampuan teknis dan oprasional terhadap penciptaan rasa aman bagi para pengunjung, disamping itu perlu membangun EWS (Early Warning System) yang terintegrasi.

Mitigasi bencana di destinasi-destinasi wisata bukan hanya pada lokasi wisata yang sudah ada namun pada lokasi-lokasi yang berpotensi memiliki keindahan alam yang dapat menjadi destinasi baru di Kota Tomohon. Ketika itu dibangun dan dipelihara, itu merupakan bagian dari strategi mitigasi bencana disamping menjadi tujuan wisata baru, contohnya di Jalan Tomohon-Manado saat ini sementara di bangun Landmark Kota Tomohon dengan latar belakang Air Terjun Tambulinas. Secara struktur telah dibangun tanggul-tanggul penahan longsor dan selanjutnya tinggal bagaimana mengedukasi para pengunjung untuk peka dan tanggap jika terjadi bencana.

Akhirnya kejadian bencana merupakan kuasa dari Tuhan, kita manusia harus mampu menghadapi dan mengelolah, bencana itu sendiri menjadi bagian dari kehidupan setiap manusia dan bagaimana kesiapsiagaan dan mitigasi yang terencana serta memiliki kontinuitas.

Semoga Kota Tomohon selalu terhindar dari bencana dan selalu di lindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *